Thursday, July 29, 2010

Seuntai Kisah Perjalanan Suci


Labbaik Allahuma labbaik
Labbaik ala syarikalaka labbaik
Innal hamda wa ni'mata laka wal mulk laa syarikala'
 
 Demikian alunan do'a yang kami kumandangkan. Dilepas keluarga di Masjid Agung Surakarta, alunan do'a itu menjadi terdengar begitu sedih. Sedih karena harus meninggalkan keluarga. Tak terasa air mata membasahi pipi kami, begitu lambaian tangan dari anak-anak kami mulai tak nampak sesaat setelah bis berjalan. Perasaan sedih begitu membahana, namun segera hilang tertelan kegembiraan dan kekhusukan menjadi calon tamu Allah.
Embarkasi Donohudan
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Kami berdua,beserta istri, dikarunia rejeki dan diizinkan pergi ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Kegembiraan tak terkira menjadi orang yang "terpilih" untuk menjadi tamu Allah di rumahNya.
Setelah tertunda beberapa tahun karena diberikan rejeki yang lain,kelahiran putra ke-2 dan ke-3 kami, maka pada tanggal 2 November 2009 kami berangkat ke tanah suci tergabung dalam kloter SOC 34, rombongan 2 dari KBIH Mandiri Surakarta.
Lepas isya' pesawat South China Airline ,yang dicarter Garuda Indonesia, lepas landas dari landasan bandara Adisumarmo embarkasi Solo. Setelah transit sebentar di bandara Polonia Medan untuk mengisi bahan bakar, pesawat melanjutkan perjalanan langsung menuju bandara King Abdul Azziz di Jeddah. Dan setelah kurang lebih 12 jam mendaratlah kami serombongan dengan selamat.

Dari Jeddah menuju Madinah
bersama portir asal Syria di Jeddah
Tiba di bandara ketika hari menjelang subuh. Disinilah kami mulai berbaur dengan kloter-kloter dari negara lain. Ketika itu kami berbarengan dengan kloter dari negara Ethiopia dan Ghana. Posturnya tinggi besar dan kulitnya hitam legam. Heran dan tentu saja agak ngeri melihat mereka, karena selama ini terlalu banyak nonton film Hollywood yg sering menggambarkan bangsa kulit hitam (negro) sebagai stereotip preman. Setelah menjalani pemeriksaan imigrasi dan pengambilan koper di bagasi, perjalanan dilanjutkan menggunakan bis menuju Madinah al Munawarrah. Ternyata jauh juga perjalanan ke Madinah, sekitar 5 jam. Jalanan di Arab Saudi lebar-lebar, mirip jalan tol Cipularang kalau di Indonesia. Kanan kiri berupa pemandangan gunung-gunung batu. Ada pula pecahan batu-batu kecil yang kelihatan begitu keras dan masif. Dalam benak kami mungkin itu sisa batu-batu yang dijatuhkan burung ababil waktu menghujani pasukan Abrahah dulu yang hendak menghancurkan Ka'bah.
Selama perjalanan tak kurang dua kali bis melakukan istirahat. Yang pertama adalah di sebuah rest area untuk melaksanakan shalat dhuhur berjamaah dan satu lagi ketika mendekati kota Madinah di semacam pemberhentian dimana dibagikan shodaqoh berupa makanan ringan, susu, buah dan buku-buku bacaan dari Departemen Agama Kerajaan Arab Saudi. Bagusnya buku tersebut dalam bahasa Indonesia, isinya mengenai ajaran ketauhidan dan larangan-larangan menyekutukan Allah SWT termasuk di dalamnya ibadah-ibadah yang tergolong musyrik,menyekutukan Allah, termasuk yang sering terjadi adalah menyembah-nyembah makam Rasulullah, berdoa meminta ini-itu di hadapan makam Rasulullah.
Pemberhentian pertama begitu memasuki kota Madinah adalah pada lokasi semacam terminal. Disana ribuan bis berjejer-jejer menunggu penjemputan jamaah haji baik dari Jeddah menuju Madinah, maupun dari Madinah menuju Mekkah. Cukup lama berdiam disana, dikabarkan karena penginapan untuk menampung kami belum siap dan masih dalam proses pembersihan setelah dipakai jamaah lain yang telah selesai prosesi ibadahnya di Madinah dan bertolak ke Mekkah.

Madinah
Ketika datang di penginapan di Madinah hari sudah mendekati Maghrib. Kami sempatkan untuk membersihkan diri setelah hampir 24 jam dalam perjalanan sejak dari embarkasi. Suara adzan Maghrib lantang terdengar ketika kami selesai mandii. Langsung kami mengambil wudlu dan berjalan dengan tergesa-gesa ke Masjid Nabawi. Berbekal sedikit petunjuk dari muasasah tentang jalan menuju masjid, perjalanan kesana menjadi agak lama karena harus bertanya-tanya lagi ke orang-orang sekitar. Jarak dari penginapan ke masjid cukup dekat hanya sekitar 1,5 km, namun demikian karena beberapa kendala 'navigasi' menyebabkan kami terlambat datang ke masjid. Sudah raka'at pertama ketika kami menggelar sajadah di halaman masjid. Ya, di halaman masjid karena masjid sebesar itu penuh sesak bahkan sampai di halamannya.

Istriku dg latar belakang menara masjid Nabawi
Masjid Nabawi, masjidnya Nabi SAW
Selesai shalat Maghrib kami mencoba mencari tempat di dalam masjid. Agar nanti saat shalat Isya' kami dapat menjalankan ibadah lebih nyaman. Masuk lewat gate 20 kami menyusuri dan menyibak diantara jamaah-jamaah lain. Tibalah kami di depan, di shof ke-3 dari baris depan. Berjubel jamaah yang duduk disana, sampai-sampai kami kesulitan untuk duduk bersila. Kami berpikir karena saking antusiasnya jamaah untuk duduk di shof terdepan yang menyebabkan berjubelnya jamaah. Namun di kemudian hari kami baru sadar, berjubelnya jamaah di tempat itu bukan karena hanya antusias ingin duduk di shof terdepan, namun dalam rangka antrian masuk ke Raudah, taman surga. Tempat yang ijabah untuk berdo'a. Menghabiskan waktu menunggu adzan Isya' kami berdzikir dan membaca Qur'an. 


Menurut salah satu hadits ,shalat di masjid Nabawi pahalanya 1.000 kali lipat bila dibandingkan shalat di masjid lain kecuali di Masjidil Haram yang pahalanya lipat 100.000 kali. Jadi di masjid ini kami akan melaksanakan shalat Arba’in, yakni shalat selama 40 waktu.
Suasana luar masjid di pagi hari
Masjid Nabawi sendiri merupakan masjid kedua yang dibangun Rasulullah, setelah sebelumnya membangun masjid Quba’ bersama sahabat Ali bin Abi Thalib yang saat itu melakukan hijrah paling akhir. Saat ini masjid Nabawi telah mengalami perluasan dan peningkatan kapasitas jamaah. Saat ini masjid Nabawi mampu menampung 3 juta jamaah. Dengan teknologi modern masjid ini terasa begitu nyaman.

Di masjid ini terdapat Raudah, taman di surga , tempat yang mustajab dimana setiap do’a kita akan langsung dikabulkan oleh Allah SWT. Raudah terletak di antara mimbar Nabi dan rumah Nabi (sekarang adalah makam Rasulullah), dan ditandai dengan karpet warna hijau untuk membedakan dengan wilayah lain di masjid ini yang rata-rata berwarna merah.
Selain itu terdapat makam Baqi, makam para sahabat dan mujahid yang mati syahid dalam menegakkan agama Islam. Letaknya di belakang masjid. Makam ini hanya bias dikunjungi pada jam-jam tertentu saja.
Kembali ke kisah kami di tanah suci, selesai sholat Isya’ di shaf bagian depan, jamaah mulai berdesakan ke sisi kiri kami. Karena ketidaktahuan kami menuju kemana arah desakan itu, kami pun ikut berdesak-desakan. Tumpek-blek disana bercampur dengan berbagai macam bangsa, dari India, dari China, ada yang keturunan Arab, ada yang berkulit hitam. Arus jamaah kemudian dipecah oleh askhar, polisi masjid, namun arus terkuat tetap menuju suatu gerbang di antara tirai putih. Kami memilih mencari jalan yang agak longgar seraya melihat imam yang masih shalat di bagian terdepan masjid. Sesuai kebiasaaan shalat di masjid tanah air yang  biasanya bersalam-salaman dengan imam, maka kami mengarahkan langkah kami untuk mendekati imam. Arus di sana agak longgar sehingga kami lancar bersalaman dengan imam. Arus kembali berdesakan ketika mendekati makam Rasulullah SAW. Sadar bahwa postur tubuh kami yang kalah besar dengan jamaah dari negara lain, maka kami mengambil sikap untuk “berlindung” di balik postur tubuh mereka dan ikut berdesakan menuju makam Rasulullah.Dan anugerah itu dating, kami dapat mendekat ke pagar makam Rasulullah, seraya memanjatkan shalawat dan salam untuk Rasulullah. Di depan dan belakang kami jama’ah mendekat sambil berisak tangis. Kami tidak. Entah mengapa. Mungkin karena masih kaget, tak disangka-sangka dalam kesempatan pertama kami dating di masjid Nabawi kami dapat langsung mendekat ke makam Rasulullah atau mungkin hati yang keras seperti batu. Entahlah, hanya Allah Yang Mahatahu. Di sekitar pagar makam Rasulullah, dikelilingi askhar2 menghalau jama’ah yang hendak sekedar mengusap, atau melongokkan kepala ke dalam makam, atau bahkan melempar barang2 milik mereka ke dalam makam. Hal tersebut adalah perbuatan syirik, dan pemerintah kerajaan Arab Saudi begitu keras menjaga agar tidak terjadi perbuatan syirik di masjid Nabawi.

Hari-hari selanjutnya disibukkan dengan menjalani ibadah shalat Arba’in. Biasanya kami datang ke masjid pukul 03.00 pagi untuk melaksanakan shalat tahajud, subuh dan baru pulang selepas shalat Dhuha. Kembali ke penginapan atau sekedar jalan-jalan sekitar masjid untuk kemudian masuk kembali menunaikan shalat Dhuhur dan baru keluar lagi setelah selesainya shalat Ashar. Pulang ke penginapan untuk mandi dan kembali lagi ke masjid untuk menunaikan shalat Maghrib dan baru kembali ke penginapan setelah shalat Isya.
Suasana masjid Nabawi sehabis Dhuha
Disela-sela kesibukan beribadah tak lupa kami mencicipi masakan-masakan aneka bangsa disana dan tentu saja tidak ketinggalan makan bakso si Doel, yang ternyata karyawannya adalah orang India. Beberapa jamaah berbelanja pakaian, pernak-pernik haji dan tentu saja emas, yang dijual di banyak toko dibelakang masjid. Konon, emas di Madinah merupakan emas yang baik kualitasnya serta memiliki variasi model yang banyak. Namun, kami berdua tidak begitu tertarik berbelanja di sini. Sudah menjadi komitmen kami untuk mengutamakan ibadahnya daripada tergoda belanja.
 Selama di Madinah, logistik makanan disediakan oleh muasasah. Hanya saja menu makanan kurang menguggah selera. Tiap hari menu yang disajikan adalah sayur buncis dan kobis, bervariasi dengan lauk daging unta, daging sapi dan daging ayam. Dan karena kami memutuskan untuk lebih banyak di masjid, maka menu siang biasanya tidak sempat kami makan, biasanya kami jajan saja di sekitar masjid. Dan apabila malam telah datang, kami dapat jatah menghabiskan buah jeruk dari katering. Banyak jama’ah yang tidak menyukai buah jeruk ini dikarenakan rasanya yang begitu kecut. Namun bagi kami, rasa kecut itu dapat menjadikan meningkatnya kekebalan tubuh karena banyak mengandung vitamin C.

di Bukit Uhud

Di Madinah, disela-sela kesibukan beribadah Arba’in dilaksanakan pula acara jalan-jalan. Lokasi wisata yang dikunjungi adalah masjid Quba, masjid Qiblata’in, makam mujahid di bukit Uhud dan pasar kurma, lokasi terakhir adalah Jabal Magnet. Masjid Quba’ merupakan masjid bersejarah karena masjid ini adalah yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah dalam perjalanan hijrahnya dari Mekkah ke Madinah. Adapun masjid Qiblata’in artinya dua kiblat. Dinamai begitu karena ketika itu sahabat sedang melaksanakan shalat dengan kiblat menghadap ke Masjidil Aqsa ketika turun wahyu untuk menggubah kiblatnya menjadi menghadap Ka’bah di Mekkah. Sedangkan bukit Uhud adalah lokasi perang yang terkenal yakni perang Uhud dimana banyak sahabat yang gugur syahid dalam peperangan tersebut dan dimakamkan disana.

di Jabal Magnet
Jabal Magnet merupakan perbukitan dimana tanah disana mempunyai daya tarik menarik medan magnet. Ketika kita menuju kesana kendaraan akan terasa berat, karena melawan gaya tolak dari medan magnet, sebaliknya ketika meninggalkan lokasi maka tanpa diinjak gas pun mobil akan melaju kencang hingga 100 km/jam dikarenakan terdorong oleh gaya magnet tersebut. Konon, hal ini disebabkan karena Jabal Magnet terletak pada daerah alkatik basalt yang terbentuk dari zona rekahan Harrat Raffat. 
bersambung.....
 

Tuesday, July 27, 2010

Seteguk Kopi Luwak

Seiring dengan telah keluarnya fatwa MUI mengenai kehalalan kopi luwak, marilah kita menengok sekilas apa yg dimaksud dengan kopi luwak dan mengapa dihalalkan atau diharamkan.

Sekilas Kopi Luwak
Kopi Luwak dlm bhs Inggris civet coffee, merupakan kopi jenis robusta yang telah mengalami proses fermentasi dalam pencernaan luwak (Paradoxurus hermaphroditus). Luwak akan memakan biji-biji kopi di perkebunan, dalam proses pencernaannya tidak semuanya dapat dicerna dengan baik, sebagian keluar dalam wujud biji kopi bersama feses luwak. Rasa kopi luwak ini nikmat karena ada proses fermentasi dalam pencernaan luwak. Selain dipercaya karena melalui proses fermentasi di lambung luwak, salah satu alasan kenapa kopi ini nikmat karena luwak berdasarkan insting alamiahnya memilih hanya biji kopi yang telah matang sempurnalah yang dia makan. Sehingga biji kopi yang dimakannya merupakan biji kopi pilihan yang tentu enak rasanya.
Saat ini, kopi luwak merupakan salah satu kopi termahal di dunia. Masyarakat negara Eropa termasuk yang doyan dengan kopi luwak ini. Dan sebagai satu-satunya produsen kopi luwak, maka kopi jenis ini sudah lama menjadi komoditi ekspor Indonesia ke negara Eropa. Pada saat ini, harga kopi luwak di dunia mencapai US$ 100 / 450 gram.

Halal atau Haram? 
Bagi sebagian ulama yang menyatakan kopi luwak haram alasan utamanya adalah bahwa kopi tersebut merupakan hasil keluaran dari binatang. Semua kotoran binatang adalah najis, sehingga haram untuk mengkonsumsi barang najis.
Bagi sebagian ulama yang menyatakan halal berpendapat, bahwasanya biji kopi yang dimakan luwak tidak ikut tercerna dan tetap keluar dalam bentuk biji kopi walaupun tercampur dengan kotoran. Karena biji kopi tersebut masih utuh dan terkena najis maka hukumnya jadi muttanajis. Muttanajis apabila dibersihkan dari benda najisnya maka barang tersebut dapat dikategorikan bukan barang najis.
Akhirnya keluarlah fatwa MUI mengenai kehalalan kopi luwak ini. Fatwa MUI mengenai kehalalan kopi luwak ini dapat disampaikan sebagai berikut :
1. Kopi luwak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum adalah mutanajjis (barang terkena najis).
2. Kopi luwak sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum adalah halal setelah disucikan.
3. Mengonsumsi kopi luwak sebagaimana dimaksud angka 2 hukumnya boleh.
4. Memproduksi dan memperjualbelikan kopi luwak hukumnya boleh
Yang diharamkan adalah apabila mengkonsumsi kopi luwak tersebut tanpa melalui proses pembersihan dari najisnya.


Sudah jelas bukan? Mari kita lanjutkan ngopinya…